POLITIK
Definisi
Politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara.
Secara etimologi politik berasal
dari bahasa Belanda politiek
dan bahasa Inggris politics,
yang masing-masing bersumber dari bahasa Yunani (politika - yang berhubungan dengan negara) dengan akar katanya (polites - warga negara) dan (polis - negara kota).
Secara etimologi kata
"politik" masih berhubungan dengan polisi, kebijakan. Kata "politis" berarti
hal-hal yang berhubungan dengan politik. Kata "politisi" berarti
orang-orang yang menekuni hal politik.
Proses politik dalam organisasi dapat diartikan dua hal. Pertama,
penggunaan kekuasaan itu sendiri, sebagaimana pemahaman Robbins (1990:263)
bahwa politik dalam organisasi pada dasarnya adalah penggunaan kekuasaan
(exercise of power). Kedua, proses politik dalam organisasi dapat juga
diartikan sebagai upaya seseorang untuk menambah kekuasaan yang dimilikinnya.
Politik dalam organisasi adalah aktivitas-aktivitas manajer dan pegawai/anggota
dalam rangka meningkatkan kekuasaan mereka (menambah kekuasaan) dan mempersuasi
pihak-pihak lain yang demi mencapai berbagai sasaran dan tujuan personal mereka
(menggunakan kekuasaan).
Politik dalam organisasi juga dapat diartikan sebagai upaya-upaya
anggota organisasi dalam menggalang dukungan untuk meloloskan atau menolak
suatu kebijakan, peraturan, tujuan organisasi, atau keputusan-keputusan lain
yang hasil atau efeknya akan berdampak tertentu terhadap mereka. Artinya, ada
upaya-upaya untuk mempengaruhi pengambilan keputusan yang penting agar menguntungkan
( atau setidak-tidaknya jangan sampai merugikan) bagi mereka yang melakukan aktivitas mobilisasi politik
tersebut.
Kekuasaan dan Taktik Politik
1.
Taktik menyalahkan (attack and blame tactic) versus merangkul
(make-everyone-a winner tactic). Taktik
pertama adalah menyerang secara terbuka, baik dihadapan yang brsangkutan atau
dengan menyebarkan informasi atau fakta-fakta yang menjatuhkan lawan. Taktik
kedua adalah kita berusaha merangkul semua pihak dengan mencari suatu formula
kebijakan atau solusi yang menguntungkan semua pihak. Atau setidaknya
“kelihatan” menguntungkan bagi semua. Ini digunakan pada situasi-situasi yang
membutuhkan konsensus.
2.
Taktik mengurangi ketidakpastian dan menggunakan informasi yang
objektif (reduce-uncertanty and use-objective-information tactic). Taktik ini
biasanya digunakan untuk menambah kekuasaan. Jadi, seseorang yang memiliki
kemampuan untuk mengatasi ketidakpastian merupakan suatu aset politik yang
berharga. Pengertian ‘ketidakpastian’ disini adalah kondisi-kondisi dimana
fungsi atau mekanisme organisasi tidak dapat memastikan hasil-hasil yang akan
dicapainya.
3.
Menduduki posisi sentral atau posisi yang tidak tergantikan dalam
organisasi (be-irreeplaceable or occupy-a-central-position tactic).
Posisi-posisi atau jabatan yang pentingdan menentukan dalam organisasi selalu
merupakan incaran semua orang, karena setiap jabatan mengandung otoritas dan
memengaruhi banyak hal dalam organisasi.
4.
Menggalang koalisi dan aliansi (building-coalitions-and-alliances
tactic). Dengan menggalang dukungan atau mencari sektutu yang lebih banyak,
seseorang atau sebuah unit dapat menambah kekuasaannya dalam organisasi, dan
juga lebih efektif dalam menggunakan kekuasaan.
5.
Taktik mengontrol agenda (act-unobstructively-and-control-agenda
tactic). Seseorang berusaha mengontrol isu-isu yang perlu diangkat dalam agenda
organisasi, isu-isu yang penting dan harus menjadi prioritas, serta berusaha
menghilangkan atsu mengesampingkan isu-isu yang tidak menguntungkan posisinya.
Teori Politik dalam Organisasi
1.
Teori Kontingensi Strategis
Teori ini
menjelaskan tentang darimana sumber kekuasaan dalam organisasi. Menurut teori
ini, kekuasaan berasal dari kemampuan untuk menyediakan sesuatu yang oleh
organisasi bernilai tinggi dan hanya bisa diperoleh dari satu aktor social
tertentu.
2.
Teori Ketergantungan Sumber Daya
Teori ini
menjelaskan sumber kekuasaan dalam organisasi berasal dari ketergantungan
organisasi terhadap lingkungan. Menurut teori ini, distribusi kekuasaan dalam
organisasi dapat dijelaskan dari ketergantungan organisasi terhadap lingkungan.
Teori ini memandang bahwa lingkungan hanya menciptakan ‘peluang-peluang
kekuasaan’ (opportunities) dan masing-masing aktor atau unit dalam organisasi
berbeda dalam menanggapinya. Jadi, menurut teori ini, politik internal
organisasi pada dasarnya independen terhadap pengaruh lingkungan.
3.
Teori Dua Wajah Kekuasaan
Teori dua wajah
kekuasaan merupakan pemikiran dari dua ahli politik Amerika, Peter Bachacrach
dan Morton Baratz. Menurut mereka, kekuasaan dalam organisasi pada dasarnya
memiliki dua wajah (two faces of power). Menurut teori ini, kekuasaan dapat
pula diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk mencegah suatu isu dikemukakan
atau diangkat kepermukaan oleh aktor-aktor lain dalam organisasi.
4.
Kritik Feminis
Kritik feminis
adalah
teori-teori yang menekankan pada efektivitas, produkktiivitas, dan efisiensi
dalam organisasi merupakan sarana legitimasi dan justifikasi kekuasaan itu
sendiri. Artinya, teori-teori tersebut memberi suatu logika pembenaran yang
membuat kekuasaan dan status quo tertentu dalam organisasi adalah suatu yang abash dan harus diterima. Jadi, menurut
Pfeffer, literature manajemen dan teori organisasi itu sendiri adalah suatu
tindakan politik. Kritik feminis memperluas gagasan ini dengan mengatakan bahwa
kekuasaan dipergunakan untuk memarginalkan mereka yang tidak memiliki kekuasaan
(tha powerless). Konsep merginalisasi ini direkatkan pada slogan post modern
“berikan suara kepada yang dibungkam” (give voice to silence). Dalam hal ini
kritik feminis terutama mengkaji marginalisasi kaum perempuan dalam kehidupan
organisasi. Atau dengan perkataan lain, mereka mengangkat topik-topik seputar
relasi gender dan politik gender dalam organisasi.
Perilaku
politik
Perilaku politik atau (Inggris:Politic Behaviour)adalah perilaku
yang dilakukan oleh insan/individu atau kelompok guna memenuhi hak dan
kewajibannya sebagai insan politik.Seorang individu/kelompok diwajibkan oleh
negara untuk melakukan hak dan kewajibannya guna melakukan perilaku politik adapun
yang dimaksud dengan perilaku politik contohnya adalah:
- Melakukan
pemilihan untuk memilih wakil rakyat / pemimpin
- Mengikuti
dan berhak menjadi insan politik yang mengikuti suatu partai politik atau
parpol , mengikuti ormas atau organisasi masyarakat atau lsm lembaga
swadaya masyarakat
- Ikut serta
dalam pesta politik
- Ikut
mengkritik atau menurunkan para pelaku politik yang berotoritas
- Berhak
untuk menjadi pimpinan politik
- Berkewajiban untuk melakukan hak dan kewajibannya sebagai insan politik guna melakukan perilaku politik yang telah disusun secara baik oleh undang-undang dasar dan perundangan hukum yang berlaku
KEPEMIMPINAN
Definisi
Kepemimpinan
adalah suatu proses saling mendorong melalui keberhasilan interaksi dari
perbedaan individu, mengontrol daya manusia dalam mengejar tujuan bersama.
Dalam buku karangan Prof. Dr. Sudarwan Danim yang berjudul “Motivasi
Kepemimpinan&Efektivitas Kelompok”, menyebutkan beberapa definisi
kepemimpinan. Mc Farland (1978) dalam Sudarwan Danim (2004:55) mengemukakan bahwa
kepemimpinan adalah suatu proses dimana pimpinan dilukiskan akan memberi
perintah/pengaruh, bimbingan/proses mempengaruhi pekerjaan orang lain dalam
memilih&mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Jadi kepemimpinan merupakan
sebuah fenomena yang universal, dan merupakan fenomena yang kompleks sehingga
tidak ada satu definisi kepemimpinan yang dapat dirumuskan secara lengkap untuk
mengabstraksikan perilaku sosial/interaksi manusia di dalam organisasi.
Ciri-Ciri Seorang Pemimpin
Kebanyakan orang masih cenderung
mengatakan bahwa pemimipin yang efektif mempunyai sifat atau ciri-ciri tertentu
yang sangat penting misalnya, kharisma, pandangan ke depan, daya persuasi, dan
intensitas.
Dan memang, apabila kita berpikir tentang pemimpin yang heroik seperti
Napoleon, Washington, Lincoln, Churcill, Sukarno, Jenderal Sudirman, dan
sebagainya kita harus mengakui bahwa sifat-sifat seperti itu melekat pada diri
mereka dan telah mereka manfaatkan untuk mencapai tujuan yang mereka inginkan.
Kekuasaan dan Kepemimpinan
Kekuasaan dekat
dengan kepemimpinan. Pemimpin tanpa kekuasaan, seperti orang yang hanya memiliki
sebelah kaki. Pemimpin formal dalam organisasi barangkali memiliki otoritas,
tapi belum tentu memiliki kekuasaan. Kita bisa menyebutnya sebagai pemimpin
yang lemah atau pemimpin yang tidak efektif. Jadi permasalahannya adalah
hal-hal apa yang membuat seseorang menjadi pemimpin yang efektif dalam
organisasi dengan perkataan lain bagaimana berkekuasaan yang dimiliki seseorang
seimbang dengan otoritas yang dipegangnya. Artinya, agar mampu mejalankan
otoritas secara efektif seorang pemimpin memerlukan kekuasaan yang bersumber
dari aspek formal maupun ciri-ciri personal. Menurut Jones (2007: 188-90)
seorang pemimpin yang efektif membutuhkan 5 persyaratan: 1. Energy atau daya
juang semana dan dorongan untuk maju; 2. Rasa percaya diri dan control diri
yang tinggi; 3. Intuisi, kecerdasan, kemampuan kognitif; 4. Kecerdasan emosi
dan kemampuan berempati; 5. Etika dan integritas moral yang baik.
Teori Kepimimpinan
1.
Teori sifat kepemimpinan
a.
Kecerdasan intelligence
b.
Kedewasaan social dan hubungan social yang luas
c.
Motivasi diri dan dorongan berprestasi
d.
Sikap-sikap hubungan manusiawi
2.
Teori kelompok
Teori ini
dikembangkan atas dasar ilmu psikologi social yang menyatakan bahwa untuk
pencapaian tujuan-tujuan kelompok harus ada pertukaran yang positif antara
pemimpin dan bawahannya.
3.
Teori situasional
Pendekatan
sifat maupun kelompok terbukti tidak memadai untuk mengunkap teori kepemimpinan
yang menyeluruh. Perhatian dialihkan pada aspek-aspek situasional kepemimpinan.
4.
Teori path-goal
Teori ini
menganalisa pengaruh dampak kepemimpinan terutama perilaku pemimpin terhadap
motivai bawahan. Kepuasan dan pelaksanaan kerja.
Tipe-tipe
kepemimpinan
A.
Otokratis, mempunyai ciri-ciri:
1.
Semua penentuan kebijaksanaan dilakukan oleh pemimpin
2.
Teknik-teknik dan langkah-langkah kegiatan di dikte oleh atasan
setiap waktu
B.
Demokratis, mempunyai ciri-ciri:
1.
Semua kebijaksanaan terjadi pada kelompok diskusi dan keputusan
diambil dengan dorongan dan bantuan dari pemimpin.
2.
Para anggota bebas bekerja dengan siapa saja yang mereka pilih dan
pembagian tugas dilakukan oleh kelompok
C.
Laissez faire, mempunyai ciri-ciri:
1.
Kebebasan penuh bagi keputusan kelompok atau individu dengan
partisi
Teori Kepemimpinan dalam Pemerintahan
a)
Teori
Otokratis dalam Kepemimpian Pemerintahan
Teori
otokratis adalah teori bagaimana seorang pimpinan pemerintahan dalam
menjalankan tugasnya bekerja tanpa menerima saran dari bawahan, perintah
diberikan dalam satu arah saja artinya bawahan tidak diperkenankan membantah,
mengkritik, bahkan bertanya.
b)
Teori
sifat dalam kepemimpinan pemerintahan
Teori
sifat adalah teori yang mengatakan bahwa kepemimpinan tercipta dari seseorang
berdasarkan sifat-sifat yang dimiliki seseorang tersebut, berarti yang
bersangkutan sudah sejak lahir memiliki ciri-ciri untuk menjadi pemimpin.
c)
Teori
Manusiawi dalam Kepemimpinan Pemerintahan
Teori
ini adalah teori yang pemimpinnya benar-benar merasakan bawahannya (baik rakyat
maupun staf) sebagai manusia yang dapat dimotivasi kebutuhannya sehingga
menimbulkan kepuasan kerja, untuk itu teori ini berkaitan dengan teori
motivasi.
d)
Teori
Perilaku Pribadi
Teori
ini merupakan teori dimana pemimpin melakukan pendekatan pada bawahan melalui
cara-cara formal yang tidak resmi, dengan begitu perintah biasanya dilakukan
secara lisan dan bukan tertulis.
e)
Teori
lingkungan
Teori
ini memperhitungkan ruang dan waktu, berbeda dengan teori sifat yang mengatakan
pemimpin itu dilahirkan (leader is born) maka dalam teori ini pemimpin
dapat dibentuk. Yang dimaksud dengan ruang adalah tempat lokasi pembentukan
pemimpin itu berada, misalnya diwaktu kecelakaan pesawat maka pilot begitu
dibutuhkan, disuatu lokasi kerumunan masa maka seseorang yag bersuara keras
akan dapat lebih didengar. Yang disebut dengan waktu adalah saat yang tepat
ketika bentukan pimpinan pemerintahan itu terjadi atau dipertahankan, misalnya
di Irak yang sering melakukan invansi atau diserbu pihak lain maka rakyat
membutuhkan seorang pemberani seperti Saddam Husain untuk cukup lama jadi
presiden.
f)
Teori situasi
Teori ini merupakan teori dimana
pemimpin memanfaatkan situasi dan kondisi bawahannya dalam kepemimpinannya
yaitu dengan memperhatikan dukungan (supportif) dan pengarahan.
g)
Teori
pertukaran
Teori pertukaran dalam kepemimpinan pemerintahan adalah teori dimana
pemimpin pemerintahan dalam mempengaruhi bawahnnya memakai strategi take
and given yaitu sebagai berikut:
Ketika atasan hendak memberikan perintah maka selalu diutarakan bahwa
bila berhasil akan dinaikkan gaji, atau sebaliknya sebelum penerimaan suatu
honor lalu pemimpin mengutarakan bahwa selayaknya bawahan bekerja lebih rajin,
dengan demikian akan menjadi bawahan yang tahu diri.
h)
Teori Kontingensi
Adalah teori yang
berpatokan pada tiga hal yaitu hubungan atasan dengan bawahan (leader member
relation), struktur/orientasi tugas (task struktur) dan
posisi/wibawa pemimpin (leader position power) yang dikemukakan oleh
Fred Fiedler (1976) dalam bukunya A Theory of Leadership Effective.
Gaya Kepemimpinan
a)
gaya demokratis
adalah cara dan
irama seseorang pemimpin dalam menghadapi bawahan dan masyarakatnya dengan
memakai metode pembagian tugas secara merata dan adil, kemudian pemilihan tugas
tersebut dilakukan secara terbuka, antar bawahan dianjurkan berdiskusi tentang
keberadaannya untuk membahas tugasnya, baik bawahan yang teredah sekalipun
boleh meyampaikan saran serta diakui haknya, dengan demikian dimiliki persetujuan
dan konsensus atas kesepakatan bersama.
b)
gaya birokratis
gaya birokratis
adalah cara dan irama seorang pemimpin dalam menghadapi bawahan dan
masyarakatnya dengan memakai metode tanpa pandang bulu, artinya setiap bawahan
harus diperlakukan sama disiplinnya, spesialisasi tugas yang khusus, kerja yang
ketat pada aturan (rule), sehingga kemudian bawahan menjadi kaku tetapi
sederhana (zakelijk).
c) gaya otokratis
adalah cara dan
irama seorang pemimpin dalam menghadapi bawahan dan masyaraktnya dengan metode
paksaan kekuasaan (coercive power).
Prof. Dr. Sondang
P. Siagian, MPA dengan bukunya “Teori&Praktek Kepemimpinan” mengatakan
bahwa gaya kepemimpinan seseorang tidak bisa berubah menghadapi situasi
bagaimanapun. Jika seorang pemimpin memiliki ciri-ciri kepemimpinan yang
otokratik, gaya kepemimpinannya pun akan otokratik pula, terlepas dari situasi
yang dihadapinya. Sebaliknya, seseorang yang pada dasarnya berpandangan
demokratik akan secara konsisten menggunakan gaya kepemimpinannya yang
partisipatif meskipun situasi organisasional yang dihadapinya sesungguhnya
menuntut gaya kepemimpinan yang lain. Menurut teori situasional, seorang
pemimpin yang paling otokratik sekalipun akan mengubah gaya kepemimpinannya
yang otokratik itu dengan gaya lain, misalnya agak demokratistik tergantung
situasi. Sebaliknya seseorang yang menggunakan gaya kepemimpinan yang
demokratik mungkin saja bertindak otoriter apabila situasi menghendakinya.
Prof. Sondang Siagian berpendapat bahwa teori yang sangat dominan tentang
kepemimpinan yang efektif dewasa ini adalah teori kepemimpinan yang situasional
atau teori kontingesi “contingency theory”
Sedangkan menurut
Drs. Pamudji, nampaknya telah terjadi pencampur-adukan antara gaya kepemimpian
dengan tipe kepemimpinan. Misalnya gaya otokratis, oleh Drs. Pamudji dimasukkan
ke salah satu tipe, yaitu tipe otokratis, sedangkan gaya partisipatif dan gaya
kebebasan dimasukkan ke dalam tipe demokratis. Di samping tipe-tipe otokratis
dan demokratis, masih dijumpai tipe-tipe lain seperti tipe militeristik,
paternalistik, karismatis, tradisional, rasional/birokratis dan lain-lain.
Dalam bahasan gaya kepemimpinan, sering dibedakan antara gaya motivasi
(motivation style), gaya kekuasaan (power style), dan gaya pengawasan
(supervisory style). Jadi menurut Drs. Pamudji, gaya kepemimpinan dapat
dibedakan menjadi gaya motivasi, kekuasaan, dan pengawasan.
KEKUASAAN
Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau kelompok
untuk mempengaruhi tingkah laku orang atau kelompok lain sesuai dengan
keinginan dari pelaku (Miriam Budiardjo,2002) Kekuasaan merupakan kemampuan
mempengaruhi pihak lain untuk berpikir dan berperilaku sesuai dengan kehendak
yang mempengaruhi (Ramlan Surbakti,1992). Konsepsi mengenai kepemimpinan tidak bisa dilepaskan dari kemampuan,
kewibawaan, dan kekuasaan. Seorang pemimpin, karena status dan tugas-tugasnya
pasti mempunyai kekuasaan. Kekuasaan merupakan kapasitas untuk mempengaruhi
secara unilateral sikap dan perilaku orang ke arah yang diinginkan (Gary
Yukl,1996: 183).
Para pemimpin
membutuhkan kekuasaan tertentu untuk dapat efektif, namun hal itu tidak berarti
bahwa lebih banyak kekuasaan akan lebih baik. Jumlah keseluruhan kekuasaan yang
diperlukan bagi kepemimpinan yang efektif tergantung pada sifat organisasi,
tugas, para bawahan, dan situasi. Pemimpin yang mempunyai position power yang
cukup, sering tergoda untuk membuat banyak orang tergantung padanya daripada
mengembangkan dan menggunakan expert power dan referent power. Pemimpin yang
mempunyai position power yang terlalu kuat cenderung menggunakannya untuk
mendominasi dan mengeksploatasi pengikut. Sebaliknya, seorang pemimpin yang
tidak mempunyai position power yang cukup akan mengalami kesukaran dalam
mengembangkan kelompok yang berkinerja tinggi dalam organisasi. Pada umumnya,
mungkin lebih baik bagi seorang pemimpin untuk mempunyai position power yang
sedang saja jumlahnya, meskipun jumlah yang optimal akan bervariasi tergantung
situasi.
Kekuasaan dapat dilihat dari 2 sudut pandang
yaitu keuasaan bersifat positif dan negatif.
a. Kekuasaan bersifat positif merupakan
Kemampuan yang dianugerahkan oleh Tuhan kepada individu sebagai pemegang
kekuasaan tertinggi yang dapat mempengaruhi dan merubah pemikiran orang lain
atau kelompok untuk melakukan suatu tindakan yang diinginkan oleh pemegang
kekuasaan dengan sungguh-sungguh dan atau bukan karena paksaan baik secara
fisik maupun mental.
b. Kekuasaan bersifat Negatif Merupakan
sifat atau watak dari seseorang yang bernuansa arogan, egois, serta apatis
dalam mempengaruhi orang lain atau kelompok untuk melakukan tindakan yang
diinginkan oleh pemegang kuasa dengan cara paksaan atau tekanan baik secara
fisik maupun mental. Biasanya pemegang kekuasaan yang bersifat negatif ini
tidak memiliki kecerdasan intelektual dan emosional yang baik,mereka hanya
berfikir pendek dalam mengambil keputusan tanpa melakukan pemikiran yang tajam
dalam mengambil suatu tindakan, bahkan mereka sendiri terkadang tidak dapat
menjalankan segala perintah yang mereka perintahkan kepada orang atau kelompok
yang berada di bawah kekuasannya karena keterbatasan daya pikir tadi. dan
biasanya kekuasaan dengan karakter negatif tersebut hanya mencari keuntungan
pribadi atau golongan di atas kekuasannya itu. karena mereka tidak memiliki
kemampuan atau modal apapun selain kekuasaan untuk menghasilkan apapun, dan
para pemegang kekuasaan bersifat negatif tersbut biasanya tidak akan
berlangsung lama karena tidak akan mendapatkan dukungan sepenuhnya oleh
rakyatnya.
Pada hakekatnya pembagian kekuasaan dapat
dibagi ke dalam dua cara, yaitu (Zul Afdi Ardian, 1994: 62):
1.
Secara vertikal, yaitu pembagian kekuasaan
menurut tingkatnya. Maksudnya pembagian kekuasaan antara beberapa tingkat
pemerintahan, misalnya antara pemerintah pusat dengan dan pemerintah daerah
dalam negara kesatuan, atau antara pemerintah federal dan pemerintah negara
bagian dalam suatu negara
federal.
2.
Secara horizontal, yaitu pembagian kekuasaan
menurut fungsinya. Dalam pembagian ini lebih menitikberatkan pada pembedaan
antara fungsi pemerintahan yang bersifat legislatif, eksekutif dan yudikatif.
Kartini Kartono
(1994:140) mengungkapkan bahwa sumber kekuasaan seorang pemimpin dapat berasal
dari
a.
Kemampuannya untuk
mempengaruhi orang lain;
b.
Sifat dan sikapnya
yang unggul, sehingga mempunyai kewibawaan terhadap pengikutnya;
c.
Memiliki informasi,
pengetahuan, dan pengalaman yang luas;
d.
Memiliki kemahiran
human relation yang baik, kepandaian bergaul dan berkomunikasi.
Legitimasi kekuasaan
Dalam pemerintahan mempunya makna
yang berbeda: "kekuasaan" didefinisikan sebagai "kemampuan untuk
memengaruhi seseorang untuk melakukan sesuatu yang bila tidak dilakukan",
akan tetapi "kewenangan" ini akan mengacu pada klaim legitimasi,
pembenaran dan hak untuk melakukan kekuasaan. Sebagai contoh masyarakat boleh jadi memiliki kekuatan untuk
menghukum para kriminal dengan hukuman mati tanpa sebuah peradilan sedangkan
orang-orang yang beradab percaya pada aturan hukum dan perundangan-undangan dan
menganggap bahwa hanya dalam suatu pengadilan yang menurut ketenttuan hukum
yang dapat memiliki kewenangan
untuk memerintahkan sebuah hukuman mati.
Dalam perkembangan ilmu-ilmu
sosial, kekuasaan telah dijadikan subjek penelitian dalam berbagai empiris
pengaturan, keluarga (kewenangan orangtua), kelompok-kelompok kecil (kewenangan
kepemimpinan informal), dalam organisasi seperti sekolah, tentara, industri dan
birokrat (birokrasi dalam organisasi pemerintah) dan masyarakat luas atau
organisasi inklusif, mulai dari masyarakat yang paling primitif sampai dengan
negara, bangsa-bangsa modern atau organisasi (kewenangan politik).
Sifat kekuasaan
Kekuasaan
cenderung korup adalah ungkapan yang sering kita
dengar, atau dalam bahasa Inggrisnya adalah Power tends to corrupct. Kekuasaan
dapat dikatakan melekat pada jabatan ataupun pada diri orang tersebut,
penjelasannya adalah sebagai berikut: 1. Position Power, kekuasaan yang melekat
pada posisi seseorang dalam sebuah organisasi. 2. Personal Power, kekuasaan
yang berada pada pribadi orang tersebut sebagai hubungan sosialnya.
French & Raven mengatakan bahwa
ada lima jenis kekuasaan: 1. Kekuasaan memberi penghargaan. 2. Kekuasaan yang
memaksa 3. Kekuasaan yang sah. 4. Kekuasaan memberi referensi. 5. Kekuasaan
ahli Sumber kekuasaan bila dikaitkan dg kegunaan, maka sbb: 1.Militer & Polisi
à
utk mengendalikan kekerasan dan kriminal 2.Ekonomi à
utk mengendalikan tanah, buruh, kekayaan & produksi 3.Politik à
utk pengambilan keputusan 4.Hukum à
utk mempertahankan, mengubah, & melancarkan interaksi 5.Tradisi à
utk mempertahankan sistem kepercayaan / nilai-nilai
Sumber
utama kekuasaan adalah jabatan atau otoritas. Sumber lainnya adalah: (1)
karakteristik personal (kharisma), (2) keahlian (expertise), dan (3) peluang
(opportunity)
HUBUNGAN POLITIK, KEPEMIMPINAN, DAN KEKUASAAN
Dalam dunia kerja, politik, kepemimpinan, dan kekuasaan merupakan satu rangkaian yang sulit untuk
dipisahkan satu sama lain, karena ketiga hal tersebut sangat sulit untuk
dipisahkan. Kepemimpinan merupakan sebuah sikap yang dimiliki seorang pemimpin,
kekuasaan dapat dimaksud dengan mempengaruhi dan politik merupakan cara
mencapai tujuan.
Seperti yang telah kita ketahui, seorang
pemimpin yang memiliki jiwa kepemimpinan yang baik harus juga dapat
menempatkan kekuasaan yang dimilikinya secara baik, seadil dan serata mungkin
terhadap semua lapisan disebuah perusahaan, tidak boleh pilih kasih terhadap
satu atau beberapa orang saja, karena jika kekuasaan dan keadilan yang
diberikannya tidak merata maka akan mengakibatkan sikap iri antar karyawan yang
akibat fatalnya juga dapat mengadu domba satu pihak dengan pihak lainnya.
Sebuah politik yang baik dilakukan haruslah
secara adil. Tidak perlu berprinsip mengerahkan segala cara untuk dapat
mencapai tujuan, bahkan tak jarang banyak yang menggunakan cara licik untuk mewujudkan
tujuan yang ingin dicapai tersebut. Hal ini tidak benar. Sebaiknya gunakan politik yang baik dan tidak merugikan orang lain dengan cara licik.
Dalam diri seseorang, diharapkan memiliki sesuatu yang spesial, yang akan
menjadi nilai positif yang dimiliki. Hal tersebut sering disebut aset. Aset ada
2 yaitu aset internal dan aset eksternal.
Aset internal diantaranya :
·
Cerdas
·
Kharisma
·
Adil
·
Tegas
Aset eksternal diantaranya :
·
Positioning
·
Money
Namun, untuk kepemimpinan dan kekuasaan
lebih baik memiliki aset internal, karena aset eksternal tidaklah kekal. Di samping itu,
dalam memperebutkan kepemimpinan untuk meraih suatu kekuasaan yang ideal peran
media sangatlah besar dalam mengawal seorang pemimpin yang ingin mencapai
kekuasaan politik.
Bahkan, Amien Rais
beranggapan bahwasannya seorang pemimpin dapat di besarkan oleh sosial media.
Anggapan beliau seakan – akan menjadikan sosial media sebagai alat promotor sorang
public figure ( pemimpin ) yang sedang meraih kekuasaan politiknya.
Denis Mc Quail, mengungkapkan ada 5 peranan media massa dalam mencapai
eksistensinya yaitu:
Ø Media massa sebagai pencipta lapangan kerja, barang, maupun jasa serta
mengembangkan industri lain terutama dalam hal periklanan/promosi
Ø Media massa sebagai sumber kekuatan alat kontrol, manajemen dan inovasi
masyarakat
Ø Media massa sebagai lokasi/ tempat dimana untuk menampilkan peristiwa
atau fenomena sosial yang terjadi di tengah masyarakat
Ø Media massa sebagai sarana pengembangan macam-macam kebudayaan, tata
cara atau gaya hidup seseorang dalam masyarakat
Ø Media masssa sebagai sumber dominant pencipta citra individu, kelompok,
maupun masyarakat
Melihat peranan media massa diatas, perlu diakui bahwa pers atau media massa di
dalam Negara demokrasi itu sangat besar hubungan perannya dengan masyarakat.
Media massa menjadi jembatan atau kendaraan yang menhubungkan atau menyalurkan
kepentingan-kepentingan politik baik itu vertical maupun horizontal.
Adapun dalam Bab II pasal 3 ayat (1) UU No. 40 Tahun
1999 Tentang Pers disebutkan bahwa “Pers mempunyai fungsi sebagai media
informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial.” Sedangkan pada ayat (2)
disebutkan bahwa, “Pers nasional dapat berfungsi sebagai lembaga ekonomi.
Adapun Fungsi dari Pers (media massa) seperti:
Ø Informasi (to inform)
Fungsi Pers sebagai media informasi adalah sarana
untuk menyampaikan informasi secepatnya kepada masyarakat luas. Berbagai
keinginan, aspirasi, pendapat, sikap, perasaan manusia bisa disebarkan melalui
pers. Penyampaian informasi tersebut dengan ketentuan bahwa informasi yang
disampaikan harus memenuhi kriteria dasar yaitu aktual, akurat, faktual,
menarik, penting benar, lengkap, jelas, jujur, adil, berimbang, relevan,
bermanfaat, dan etis.
Ø Pendidikan (to educated)
Fungsi pendidikan ini antara lain membedakan pers
sebagai lembaga kemasyarakatan dengan lembaga kemasyarakatan yang lain. Sebagai
lembaga ekonomi, pers memang dituntut berorientasi komersial untuk memperoleh
keuntungan finansial.
Pers sebagai media pendidikan ini mencakup semua
sektor kehidupan baik ekonomi, politik, sosial, maupun budaya. Dengan demikian
pers memiliki tanggung jawab besar dalam memberikan pendidikan politik sehingga
masyarakat dapat memahami model atau sistem politik yang berlaku di Indonesia.
Ø Hiburan (to entertaint)
Media massa berfungsi sebagai media hiburan, disini
media massa harus mampu memerankan fungsinya sebagai sarana hiburan yang
menyenangkan bagi semua lapisan masyarakat. Hiburan yang dimaksud adalah media
massa yang menyajikan karya-karya tulis atau informasi yang mungkin lepas atau
diluar mengenai politik, seperti kartun, majalah anak, dongeng di media cetak,
dan lain-lain.
Ø Kontrol Sosial (Social Control)
Media massa sebagai alat kontrol sosial politik dengan
artian media massa sebagai penyampai (memberitakan) isu-isu atau keadaan yang
dibuat oleh pemerintah bertentangan dengan kehendak rakyat.
Inilah peran sentral
dari media massa yang saat ini dijadikan alat ataupun senjata bagi
individu/kelompok yang mempunyai kepentingan-kepentingan politik, seperti
halnya kepentingan dalam mencapai kepemimpinan dan kekuasaan yang strategis.
Sebagaimana yang telah dijelaskan diatas bahwa kelompok kepentingan atau dalam
hal ini adalah public figure sangat erat hubungannya terhadap pentingnya peran
media itu sendiri. Apalagi mengingat media massa yang telah diberikan hak
kebebasan untuk mengeluarkan suara atau opini-opini public baik itu tentang
kebijakan pemerintah atau isu-isu politik yang lain.
Dalam peranannya media
massa saling berhubungan erat dengan individu/masyarakat, partai politik,
komunikasi politik, dan budaya/partisipasi politik di Indonesia. Pada intinya
dalam dunia politik, atau kalau merujuk pada masalah Pemilu legislative dan
eksekutif, para actor dan masing-masing partai politik untuk mendapatkan
simpati dari masyarakat harus melakukan komunikasi politik terhadap masyarakat
(suara pemilih) secara tepat agar isu-isu politik dan kepentingan politik
tersebut dapat diterima dengan baik oleh masyarakat.
Agar komunikasi politik
yang diharapkan dapat teraktualisasi secara tepat, maka butuh wadah atau media
yang memfasilitasi, yaitu media massa. Media massa disini dapat berbentuk media
cetak seperti koran, majalah, rekalame, pamflet, sticker, ataupun media massa
elektronik seperti televisi, radio, dan Internet. Bahkan dapat melalui media
massa dengan bentuk turun lapangan langsung.
Dengan adanya
komunikasi politik melalui media massa, partai politik dalam mencapai tujuan
kepentingan politiknya akan mudah tersampaikan pada masyarakat. Dengan
demikian, bisa saja masyarakat yang mempunyai hak suara dalam Pemilu akan
menggunakan hak suaranya untuk memilih partai politik yang mempunyai kedekatan
emosional terhadap pemilik hak suara tersebut. Hal ini secara tidak langsung
berpengaruh terhadap tingakat partisipasi politik masyarakat Indonesia dalam
Pemilu laegislatif/eksekutif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar