Jumat, 31 Oktober 2014

Kepemimpinan Politik dan Kekuasaan


POLITIK

Definisi
Politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara.
Secara etimologi politik berasal dari bahasa Belanda politiek dan bahasa Inggris politics, yang masing-masing bersumber dari bahasa Yunani (politika - yang berhubungan dengan negara) dengan akar katanya (polites - warga negara) dan (polis - negara kota).
Secara etimologi kata "politik" masih berhubungan dengan polisi, kebijakan. Kata "politis" berarti hal-hal yang berhubungan dengan politik. Kata "politisi" berarti orang-orang yang menekuni hal politik.
Proses politik dalam organisasi dapat diartikan dua hal. Pertama, penggunaan kekuasaan itu sendiri, sebagaimana pemahaman Robbins (1990:263) bahwa politik dalam organisasi pada dasarnya adalah penggunaan kekuasaan (exercise of power). Kedua, proses politik dalam organisasi dapat juga diartikan sebagai upaya seseorang untuk menambah kekuasaan yang dimilikinnya. Politik dalam organisasi adalah aktivitas-aktivitas manajer dan pegawai/anggota dalam rangka meningkatkan kekuasaan mereka (menambah kekuasaan) dan mempersuasi pihak-pihak lain yang demi mencapai berbagai sasaran dan tujuan personal mereka (menggunakan kekuasaan).
Politik dalam organisasi juga dapat diartikan sebagai upaya-upaya anggota organisasi dalam menggalang dukungan untuk meloloskan atau menolak suatu kebijakan, peraturan, tujuan organisasi, atau keputusan-keputusan lain yang hasil atau efeknya akan berdampak tertentu terhadap mereka. Artinya, ada upaya-upaya untuk mempengaruhi pengambilan keputusan yang penting agar menguntungkan ( atau setidak-tidaknya jangan sampai merugikan) bagi mereka  yang melakukan aktivitas mobilisasi politik tersebut.

Kekuasaan dan Taktik Politik
1.      Taktik menyalahkan (attack and blame tactic) versus merangkul (make-everyone-a winner tactic).  Taktik pertama adalah menyerang secara terbuka, baik dihadapan yang brsangkutan atau dengan menyebarkan informasi atau fakta-fakta yang menjatuhkan lawan. Taktik kedua adalah kita berusaha merangkul semua pihak dengan mencari suatu formula kebijakan atau solusi yang menguntungkan semua pihak. Atau setidaknya “kelihatan” menguntungkan bagi semua. Ini digunakan pada situasi-situasi yang membutuhkan konsensus.
2.      Taktik mengurangi ketidakpastian dan menggunakan informasi yang objektif (reduce-uncertanty and use-objective-information tactic). Taktik ini biasanya digunakan untuk menambah kekuasaan. Jadi, seseorang yang memiliki kemampuan untuk mengatasi ketidakpastian merupakan suatu aset politik yang berharga. Pengertian ‘ketidakpastian’ disini adalah kondisi-kondisi dimana fungsi atau mekanisme organisasi tidak dapat memastikan hasil-hasil yang akan dicapainya.
3.      Menduduki posisi sentral atau posisi yang tidak tergantikan dalam organisasi (be-irreeplaceable or occupy-a-central-position tactic). Posisi-posisi atau jabatan yang pentingdan menentukan dalam organisasi selalu merupakan incaran semua orang, karena setiap jabatan mengandung otoritas dan memengaruhi banyak hal dalam organisasi.
4.      Menggalang koalisi dan aliansi (building-coalitions-and-alliances tactic). Dengan menggalang dukungan atau mencari sektutu yang lebih banyak, seseorang atau sebuah unit dapat menambah kekuasaannya dalam organisasi, dan juga lebih efektif dalam menggunakan kekuasaan.
5.      Taktik mengontrol agenda (act-unobstructively-and-control-agenda tactic). Seseorang berusaha mengontrol isu-isu yang perlu diangkat dalam agenda organisasi, isu-isu yang penting dan harus menjadi prioritas, serta berusaha menghilangkan atsu mengesampingkan isu-isu yang tidak menguntungkan posisinya.


Teori Politik dalam Organisasi
1.      Teori Kontingensi Strategis
Teori ini menjelaskan tentang darimana sumber kekuasaan dalam organisasi. Menurut teori ini, kekuasaan berasal dari kemampuan untuk menyediakan sesuatu yang oleh organisasi bernilai tinggi dan hanya bisa diperoleh dari satu aktor social tertentu.
2.      Teori Ketergantungan Sumber Daya
Teori ini menjelaskan sumber kekuasaan dalam organisasi berasal dari ketergantungan organisasi terhadap lingkungan. Menurut teori ini, distribusi kekuasaan dalam organisasi dapat dijelaskan dari ketergantungan organisasi terhadap lingkungan. Teori ini memandang bahwa lingkungan hanya menciptakan ‘peluang-peluang kekuasaan’ (opportunities) dan masing-masing aktor atau unit dalam organisasi berbeda dalam menanggapinya. Jadi, menurut teori ini, politik internal organisasi pada dasarnya independen terhadap pengaruh lingkungan.
3.      Teori Dua Wajah Kekuasaan
Teori dua wajah kekuasaan merupakan pemikiran dari dua ahli politik Amerika, Peter Bachacrach dan Morton Baratz. Menurut mereka, kekuasaan dalam organisasi pada dasarnya memiliki dua wajah (two faces of power). Menurut teori ini, kekuasaan dapat pula diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk mencegah suatu isu dikemukakan atau diangkat kepermukaan oleh aktor-aktor lain dalam organisasi.
4.      Kritik Feminis
Kritik feminis adalah teori-teori yang menekankan pada efektivitas, produkktiivitas, dan efisiensi dalam organisasi merupakan sarana legitimasi dan justifikasi kekuasaan itu sendiri. Artinya, teori-teori tersebut memberi suatu logika pembenaran yang membuat kekuasaan dan status quo tertentu dalam organisasi adalah suatu  yang abash dan harus diterima. Jadi, menurut Pfeffer, literature manajemen dan teori organisasi itu sendiri adalah suatu tindakan politik. Kritik feminis memperluas gagasan ini dengan mengatakan bahwa kekuasaan dipergunakan untuk memarginalkan mereka yang tidak memiliki kekuasaan (tha powerless). Konsep merginalisasi ini direkatkan pada slogan post modern “berikan suara kepada yang dibungkam” (give voice to silence). Dalam hal ini kritik feminis terutama mengkaji marginalisasi kaum perempuan dalam kehidupan organisasi. Atau dengan perkataan lain, mereka mengangkat topik-topik seputar relasi gender dan politik gender dalam organisasi.


Perilaku politik

Perilaku politik atau (Inggris:Politic Behaviour)adalah perilaku yang dilakukan oleh insan/individu atau kelompok guna memenuhi hak dan kewajibannya sebagai insan politik.Seorang individu/kelompok diwajibkan oleh negara untuk melakukan hak dan kewajibannya guna melakukan perilaku politik adapun yang dimaksud dengan perilaku politik contohnya adalah:
  • Melakukan pemilihan untuk memilih wakil rakyat / pemimpin
  • Mengikuti dan berhak menjadi insan politik yang mengikuti suatu partai politik atau parpol , mengikuti ormas atau organisasi masyarakat atau lsm lembaga swadaya masyarakat
  • Ikut serta dalam pesta politik
  • Ikut mengkritik atau menurunkan para pelaku politik yang berotoritas
  • Berhak untuk menjadi pimpinan politik
  • Berkewajiban untuk melakukan hak dan kewajibannya sebagai insan politik guna melakukan perilaku politik yang telah disusun secara baik oleh undang-undang dasar dan perundangan hukum yang berlaku

KEPEMIMPINAN

Definisi
Kepemimpinan adalah suatu proses saling mendorong melalui keberhasilan interaksi dari perbedaan individu, mengontrol daya manusia dalam mengejar tujuan bersama. Dalam buku karangan Prof. Dr. Sudarwan Danim yang berjudul “Motivasi Kepemimpinan&Efektivitas Kelompok”, menyebutkan beberapa definisi kepemimpinan. Mc Farland (1978) dalam Sudarwan Danim (2004:55) mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah suatu proses dimana pimpinan dilukiskan akan memberi perintah/pengaruh, bimbingan/proses mempengaruhi pekerjaan orang lain dalam memilih&mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Jadi kepemimpinan merupakan sebuah fenomena yang universal, dan merupakan fenomena yang kompleks sehingga tidak ada satu definisi kepemimpinan yang dapat dirumuskan secara lengkap untuk mengabstraksikan perilaku sosial/interaksi manusia di dalam organisasi.

Ciri-Ciri Seorang Pemimpin
Kebanyakan orang masih cenderung mengatakan bahwa pemimipin yang efektif mempunyai sifat atau ciri-ciri tertentu yang sangat penting misalnya, kharisma, pandangan ke depan, daya persuasi, dan intensitas. Dan memang, apabila kita berpikir tentang pemimpin yang heroik seperti Napoleon, Washington, Lincoln, Churcill, Sukarno, Jenderal Sudirman, dan sebagainya kita harus mengakui bahwa sifat-sifat seperti itu melekat pada diri mereka dan telah mereka manfaatkan untuk mencapai tujuan yang mereka inginkan.
Kekuasaan dan Kepemimpinan
Kekuasaan dekat dengan kepemimpinan. Pemimpin tanpa kekuasaan, seperti orang yang hanya memiliki sebelah kaki. Pemimpin formal dalam organisasi barangkali memiliki otoritas, tapi belum tentu memiliki kekuasaan. Kita bisa menyebutnya sebagai pemimpin yang lemah atau pemimpin yang tidak efektif. Jadi permasalahannya adalah hal-hal apa yang membuat seseorang menjadi pemimpin yang efektif dalam organisasi dengan perkataan lain bagaimana berkekuasaan yang dimiliki seseorang seimbang dengan otoritas yang dipegangnya. Artinya, agar mampu mejalankan otoritas secara efektif seorang pemimpin memerlukan kekuasaan yang bersumber dari aspek formal maupun ciri-ciri personal. Menurut Jones (2007: 188-90) seorang pemimpin yang efektif membutuhkan 5 persyaratan: 1. Energy atau daya juang semana dan dorongan untuk maju; 2. Rasa percaya diri dan control diri yang tinggi; 3. Intuisi, kecerdasan, kemampuan kognitif; 4. Kecerdasan emosi dan kemampuan berempati; 5. Etika dan integritas moral yang baik.
Teori Kepimimpinan
1.      Teori sifat kepemimpinan
a.       Kecerdasan intelligence
b.      Kedewasaan social dan hubungan social yang luas
c.       Motivasi diri dan dorongan berprestasi
d.      Sikap-sikap hubungan manusiawi


2.      Teori kelompok
Teori ini dikembangkan atas dasar ilmu psikologi social yang menyatakan bahwa untuk pencapaian tujuan-tujuan kelompok harus ada pertukaran yang positif antara pemimpin dan bawahannya.

3.      Teori situasional
Pendekatan sifat maupun kelompok terbukti tidak memadai untuk mengunkap teori kepemimpinan yang menyeluruh. Perhatian dialihkan pada aspek-aspek situasional kepemimpinan.

4.      Teori path-goal
Teori ini menganalisa pengaruh dampak kepemimpinan terutama perilaku pemimpin terhadap motivai bawahan. Kepuasan dan pelaksanaan kerja.
Tipe-tipe kepemimpinan
A.    Otokratis, mempunyai ciri-ciri:
1.      Semua penentuan kebijaksanaan dilakukan oleh pemimpin
2.      Teknik-teknik dan langkah-langkah kegiatan di dikte oleh atasan setiap waktu
B.     Demokratis, mempunyai ciri-ciri:
1.      Semua kebijaksanaan terjadi pada kelompok diskusi dan keputusan diambil dengan dorongan dan bantuan dari pemimpin.
2.      Para anggota bebas bekerja dengan siapa saja yang mereka pilih dan pembagian tugas dilakukan oleh kelompok
C.     Laissez faire, mempunyai ciri-ciri:
1.      Kebebasan penuh bagi keputusan kelompok atau individu dengan partisi


Teori Kepemimpinan dalam Pemerintahan

a)      Teori Otokratis dalam Kepemimpian Pemerintahan
Teori otokratis adalah teori bagaimana seorang pimpinan pemerintahan dalam menjalankan tugasnya bekerja tanpa menerima saran dari bawahan, perintah diberikan dalam satu arah saja artinya bawahan tidak diperkenankan membantah, mengkritik, bahkan bertanya.
b)      Teori sifat dalam kepemimpinan pemerintahan
Teori sifat adalah teori yang mengatakan bahwa kepemimpinan tercipta dari seseorang berdasarkan sifat-sifat yang dimiliki seseorang tersebut, berarti yang bersangkutan sudah sejak lahir memiliki ciri-ciri untuk menjadi pemimpin.
c)      Teori Manusiawi dalam Kepemimpinan Pemerintahan
Teori ini adalah teori yang pemimpinnya benar-benar merasakan bawahannya (baik rakyat maupun staf) sebagai manusia yang dapat dimotivasi kebutuhannya sehingga menimbulkan kepuasan kerja, untuk itu teori ini berkaitan dengan teori motivasi.
d)     Teori Perilaku Pribadi
Teori ini merupakan teori dimana pemimpin melakukan pendekatan pada bawahan melalui cara-cara formal yang tidak resmi, dengan begitu perintah biasanya dilakukan secara lisan dan bukan tertulis.
e)      Teori lingkungan
Teori ini memperhitungkan ruang dan waktu, berbeda dengan teori sifat yang mengatakan pemimpin itu dilahirkan (leader is born) maka dalam teori ini pemimpin dapat dibentuk. Yang dimaksud dengan ruang adalah tempat lokasi pembentukan pemimpin itu berada, misalnya diwaktu kecelakaan pesawat maka pilot begitu dibutuhkan, disuatu lokasi kerumunan masa maka seseorang yag bersuara keras akan dapat lebih didengar. Yang disebut dengan waktu adalah saat yang tepat ketika bentukan pimpinan pemerintahan itu terjadi atau dipertahankan, misalnya di Irak yang sering melakukan invansi atau diserbu pihak lain maka rakyat membutuhkan seorang pemberani seperti Saddam Husain untuk cukup lama jadi presiden.
f)       Teori situasi
Teori ini merupakan teori dimana pemimpin memanfaatkan situasi dan kondisi bawahannya dalam kepemimpinannya yaitu dengan memperhatikan dukungan (supportif) dan pengarahan.
g)      Teori pertukaran
Teori pertukaran dalam kepemimpinan pemerintahan adalah teori dimana pemimpin pemerintahan dalam mempengaruhi bawahnnya memakai strategi take and given yaitu sebagai berikut:
Ketika atasan hendak memberikan perintah maka selalu diutarakan bahwa bila berhasil akan dinaikkan gaji, atau sebaliknya sebelum penerimaan suatu honor lalu pemimpin mengutarakan bahwa selayaknya bawahan bekerja lebih rajin, dengan demikian akan menjadi bawahan yang tahu diri.
h)      Teori Kontingensi
Adalah teori yang berpatokan pada tiga hal yaitu hubungan atasan dengan bawahan (leader member relation), struktur/orientasi tugas (task struktur) dan posisi/wibawa pemimpin (leader position power) yang dikemukakan oleh Fred Fiedler (1976) dalam bukunya A Theory of Leadership Effective.

Gaya Kepemimpinan
a)      gaya demokratis
adalah cara dan irama seseorang pemimpin dalam menghadapi bawahan dan masyarakatnya dengan memakai metode pembagian tugas secara merata dan adil, kemudian pemilihan tugas tersebut dilakukan secara terbuka, antar bawahan dianjurkan berdiskusi tentang keberadaannya untuk membahas tugasnya, baik bawahan yang teredah sekalipun boleh meyampaikan saran serta diakui haknya, dengan demikian dimiliki persetujuan dan konsensus atas kesepakatan bersama.

b)      gaya birokratis
gaya birokratis adalah cara dan irama seorang pemimpin dalam menghadapi bawahan dan masyarakatnya dengan memakai metode tanpa pandang bulu, artinya setiap bawahan harus diperlakukan sama disiplinnya, spesialisasi tugas yang khusus, kerja yang ketat pada aturan (rule), sehingga kemudian bawahan menjadi kaku tetapi sederhana (zakelijk).
c)      gaya otokratis
adalah cara dan irama seorang pemimpin dalam menghadapi bawahan dan masyaraktnya dengan metode paksaan kekuasaan (coercive power).
Prof. Dr. Sondang P. Siagian, MPA dengan bukunya “Teori&Praktek Kepemimpinan” mengatakan bahwa gaya kepemimpinan seseorang tidak bisa berubah menghadapi situasi bagaimanapun. Jika seorang pemimpin memiliki ciri-ciri kepemimpinan yang otokratik, gaya kepemimpinannya pun akan otokratik pula, terlepas dari situasi yang dihadapinya. Sebaliknya, seseorang yang pada dasarnya berpandangan demokratik akan secara konsisten menggunakan gaya kepemimpinannya yang partisipatif meskipun situasi organisasional yang dihadapinya sesungguhnya menuntut gaya kepemimpinan yang lain. Menurut teori situasional, seorang pemimpin yang paling otokratik sekalipun akan mengubah gaya kepemimpinannya yang otokratik itu dengan gaya lain, misalnya agak demokratistik tergantung situasi. Sebaliknya seseorang yang menggunakan gaya kepemimpinan yang demokratik mungkin saja bertindak otoriter apabila situasi menghendakinya. Prof. Sondang Siagian berpendapat bahwa teori yang sangat dominan tentang kepemimpinan yang efektif dewasa ini adalah teori kepemimpinan yang situasional atau teori kontingesi “contingency theory”
Sedangkan menurut Drs. Pamudji, nampaknya telah terjadi pencampur-adukan antara gaya kepemimpian dengan tipe kepemimpinan. Misalnya gaya otokratis, oleh Drs. Pamudji dimasukkan ke salah satu tipe, yaitu tipe otokratis, sedangkan gaya partisipatif dan gaya kebebasan dimasukkan ke dalam tipe demokratis. Di samping tipe-tipe otokratis dan demokratis, masih dijumpai tipe-tipe lain seperti tipe militeristik, paternalistik, karismatis, tradisional, rasional/birokratis dan lain-lain. Dalam bahasan gaya kepemimpinan, sering dibedakan antara gaya motivasi (motivation style), gaya kekuasaan (power style), dan gaya pengawasan (supervisory style). Jadi menurut Drs. Pamudji, gaya kepemimpinan dapat dibedakan menjadi gaya motivasi, kekuasaan, dan pengawasan.

KEKUASAAN
Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau kelompok untuk mempengaruhi tingkah laku orang atau kelompok lain sesuai dengan keinginan dari pelaku (Miriam Budiardjo,2002) Kekuasaan merupakan kemampuan mempengaruhi pihak lain untuk berpikir dan berperilaku sesuai dengan kehendak yang mempengaruhi (Ramlan Surbakti,1992). Konsepsi mengenai kepemimpinan tidak bisa dilepaskan dari kemampuan, kewibawaan, dan kekuasaan. Seorang pemimpin, karena status dan tugas-tugasnya pasti mempunyai kekuasaan. Kekuasaan merupakan kapasitas untuk mempengaruhi secara unilateral sikap dan perilaku orang ke arah yang diinginkan (Gary Yukl,1996: 183).
Para pemimpin membutuhkan kekuasaan tertentu untuk dapat efektif, namun hal itu tidak berarti bahwa lebih banyak kekuasaan akan lebih baik. Jumlah keseluruhan kekuasaan yang diperlukan bagi kepemimpinan yang efektif tergantung pada sifat organisasi, tugas, para bawahan, dan situasi. Pemimpin yang mempunyai position power yang cukup, sering tergoda untuk membuat banyak orang tergantung padanya daripada mengembangkan dan menggunakan expert power dan referent power. Pemimpin yang mempunyai position power yang terlalu kuat cenderung menggunakannya untuk mendominasi dan mengeksploatasi pengikut. Sebaliknya, seorang pemimpin yang tidak mempunyai position power yang cukup akan mengalami kesukaran dalam mengembangkan kelompok yang berkinerja tinggi dalam organisasi. Pada umumnya, mungkin lebih baik bagi seorang pemimpin untuk mempunyai position power yang sedang saja jumlahnya, meskipun jumlah yang optimal akan bervariasi tergantung situasi.
Kekuasaan dapat dilihat dari 2 sudut pandang yaitu keuasaan bersifat positif dan negatif.
a.       Kekuasaan bersifat positif merupakan Kemampuan yang dianugerahkan oleh Tuhan kepada individu sebagai pemegang kekuasaan tertinggi yang dapat mempengaruhi dan merubah pemikiran orang lain atau kelompok untuk melakukan suatu tindakan yang diinginkan oleh pemegang kekuasaan dengan sungguh-sungguh dan atau bukan karena paksaan baik secara fisik maupun mental.
b.      Kekuasaan bersifat Negatif Merupakan sifat atau watak dari seseorang yang bernuansa arogan, egois, serta apatis dalam mempengaruhi orang lain atau kelompok untuk melakukan tindakan yang diinginkan oleh pemegang kuasa dengan cara paksaan atau tekanan baik secara fisik maupun mental. Biasanya pemegang kekuasaan yang bersifat negatif ini tidak memiliki kecerdasan intelektual dan emosional yang baik,mereka hanya berfikir pendek dalam mengambil keputusan tanpa melakukan pemikiran yang tajam dalam mengambil suatu tindakan, bahkan mereka sendiri terkadang tidak dapat menjalankan segala perintah yang mereka perintahkan kepada orang atau kelompok yang berada di bawah kekuasannya karena keterbatasan daya pikir tadi. dan biasanya kekuasaan dengan karakter negatif tersebut hanya mencari keuntungan pribadi atau golongan di atas kekuasannya itu. karena mereka tidak memiliki kemampuan atau modal apapun selain kekuasaan untuk menghasilkan apapun, dan para pemegang kekuasaan bersifat negatif tersbut biasanya tidak akan berlangsung lama karena tidak akan mendapatkan dukungan sepenuhnya oleh rakyatnya.
Pada hakekatnya pembagian kekuasaan dapat dibagi ke dalam dua cara, yaitu (Zul Afdi Ardian, 1994: 62):
1.      Secara vertikal, yaitu pembagian kekuasaan menurut tingkatnya. Maksudnya pembagian kekuasaan antara beberapa tingkat pemerintahan, misalnya antara pemerintah pusat dengan dan pemerintah daerah dalam negara kesatuan, atau antara pemerintah federal dan pemerintah negara bagian dalam suatu negara federal.
2.      Secara horizontal, yaitu pembagian kekuasaan menurut fungsinya. Dalam pembagian ini lebih menitikberatkan pada pembedaan antara fungsi pemerintahan yang bersifat legislatif, eksekutif dan yudikatif.
Kartini Kartono (1994:140) mengungkapkan bahwa sumber kekuasaan seorang pemimpin dapat berasal dari
a.       Kemampuannya untuk mempengaruhi orang lain;
b.      Sifat dan sikapnya yang unggul, sehingga mempunyai kewibawaan terhadap pengikutnya;
c.       Memiliki informasi, pengetahuan, dan pengalaman yang luas;
d.      Memiliki kemahiran human relation yang baik, kepandaian bergaul dan berkomunikasi.

Legitimasi kekuasaan
Dalam pemerintahan mempunya makna yang berbeda: "kekuasaan" didefinisikan sebagai "kemampuan untuk memengaruhi seseorang untuk melakukan sesuatu yang bila tidak dilakukan", akan tetapi "kewenangan" ini akan mengacu pada klaim legitimasi, pembenaran dan hak untuk melakukan kekuasaan. Sebagai contoh masyarakat boleh jadi memiliki kekuatan untuk menghukum para kriminal dengan hukuman mati tanpa sebuah peradilan sedangkan orang-orang yang beradab percaya pada aturan hukum dan perundangan-undangan dan menganggap bahwa hanya dalam suatu pengadilan yang menurut ketenttuan hukum yang dapat memiliki kewenangan untuk memerintahkan sebuah hukuman mati.
Dalam perkembangan ilmu-ilmu sosial, kekuasaan telah dijadikan subjek penelitian dalam berbagai empiris pengaturan, keluarga (kewenangan orangtua), kelompok-kelompok kecil (kewenangan kepemimpinan informal), dalam organisasi seperti sekolah, tentara, industri dan birokrat (birokrasi dalam organisasi pemerintah) dan masyarakat luas atau organisasi inklusif, mulai dari masyarakat yang paling primitif sampai dengan negara, bangsa-bangsa modern atau organisasi (kewenangan politik).
Sifat kekuasaan
Kekuasaan cenderung korup adalah ungkapan yang sering kita dengar, atau dalam bahasa Inggrisnya adalah Power tends to corrupct. Kekuasaan dapat dikatakan melekat pada jabatan ataupun pada diri orang tersebut, penjelasannya adalah sebagai berikut: 1. Position Power, kekuasaan yang melekat pada posisi seseorang dalam sebuah organisasi. 2. Personal Power, kekuasaan yang berada pada pribadi orang tersebut sebagai hubungan sosialnya.
French & Raven mengatakan bahwa ada lima jenis kekuasaan: 1. Kekuasaan memberi penghargaan. 2. Kekuasaan yang memaksa 3. Kekuasaan yang sah. 4. Kekuasaan memberi referensi. 5. Kekuasaan ahli Sumber kekuasaan bila dikaitkan dg kegunaan, maka sbb: 1.Militer & Polisi à utk mengendalikan kekerasan dan kriminal 2.Ekonomi à utk mengendalikan tanah, buruh, kekayaan & produksi 3.Politik à utk pengambilan keputusan 4.Hukum à utk mempertahankan, mengubah, & melancarkan interaksi 5.Tradisi à utk mempertahankan sistem kepercayaan / nilai-nilai
Sumber utama kekuasaan adalah jabatan atau otoritas. Sumber lainnya adalah: (1) karakteristik personal (kharisma), (2) keahlian (expertise), dan (3) peluang (opportunity)

HUBUNGAN POLITIK, KEPEMIMPINAN, DAN KEKUASAAN

Dalam dunia kerja, politik, kepemimpinan, dan kekuasaan merupakan satu rangkaian yang sulit untuk dipisahkan satu sama lain, karena ketiga hal tersebut sangat sulit untuk dipisahkan. Kepemimpinan merupakan sebuah sikap yang dimiliki seorang pemimpin, kekuasaan dapat dimaksud dengan mempengaruhi dan politik merupakan cara mencapai tujuan.
Seperti yang telah kita ketahui, seorang pemimpin yang memiliki jiwa kepemimpinan yang baik  harus juga dapat menempatkan kekuasaan yang dimilikinya secara baik, seadil dan serata mungkin terhadap semua lapisan disebuah perusahaan, tidak boleh pilih kasih terhadap satu atau beberapa orang saja, karena jika kekuasaan dan keadilan yang diberikannya tidak merata maka akan mengakibatkan sikap iri antar karyawan yang akibat fatalnya juga dapat mengadu domba satu pihak dengan pihak lainnya.
Sebuah politik yang baik dilakukan haruslah secara adil. Tidak perlu berprinsip mengerahkan segala cara untuk dapat mencapai tujuan, bahkan tak jarang banyak yang menggunakan cara licik untuk mewujudkan tujuan yang ingin dicapai tersebut. Hal ini tidak benar. Sebaiknya gunakan politik yang baik dan tidak merugikan orang lain dengan cara licik.
Dalam diri seseorang, diharapkan memiliki sesuatu yang spesial, yang akan menjadi nilai positif yang dimiliki. Hal tersebut sering disebut aset. Aset ada 2 yaitu aset internal dan aset eksternal.

Aset internal diantaranya :

·         Cerdas
·         Kharisma
·         Adil
·         Tegas

Aset eksternal diantaranya :

·         Positioning
·         Money
Namun, untuk kepemimpinan dan kekuasaan lebih baik memiliki aset internal, karena aset eksternal tidaklah kekal. Di samping itu, dalam memperebutkan kepemimpinan untuk meraih suatu kekuasaan yang ideal peran media sangatlah besar dalam mengawal seorang pemimpin yang ingin mencapai kekuasaan politik.
Bahkan, Amien Rais beranggapan bahwasannya seorang pemimpin dapat di besarkan oleh sosial media. Anggapan beliau seakan – akan menjadikan sosial media sebagai alat promotor sorang public figure ( pemimpin ) yang sedang meraih kekuasaan politiknya.
Denis Mc Quail, mengungkapkan ada 5 peranan media massa dalam mencapai eksistensinya yaitu:
Ø  Media massa sebagai pencipta lapangan kerja, barang, maupun jasa serta mengembangkan industri lain terutama dalam hal periklanan/promosi
Ø  Media massa sebagai sumber kekuatan alat kontrol, manajemen dan inovasi masyarakat
Ø  Media massa sebagai lokasi/ tempat dimana untuk menampilkan peristiwa atau fenomena sosial yang terjadi di tengah masyarakat
Ø  Media massa sebagai sarana pengembangan macam-macam kebudayaan, tata cara atau gaya hidup seseorang dalam masyarakat
Ø  Media masssa sebagai sumber dominant pencipta citra individu, kelompok, maupun masyarakat

            Melihat peranan media massa diatas, perlu diakui bahwa pers atau media massa di dalam Negara demokrasi itu sangat besar hubungan perannya dengan masyarakat. Media massa menjadi jembatan atau kendaraan yang menhubungkan atau menyalurkan kepentingan-kepentingan politik baik itu vertical maupun horizontal.
Adapun dalam Bab II pasal 3 ayat (1) UU No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers disebutkan bahwa “Pers mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial.” Sedangkan pada ayat (2) disebutkan bahwa, “Pers nasional dapat berfungsi sebagai lembaga ekonomi.

Adapun Fungsi dari Pers (media massa) seperti:
Ø  Informasi (to inform)
Fungsi Pers sebagai media informasi adalah sarana untuk menyampaikan informasi secepatnya kepada masyarakat luas. Berbagai keinginan, aspirasi, pendapat, sikap, perasaan manusia bisa disebarkan melalui pers. Penyampaian informasi tersebut dengan ketentuan bahwa informasi yang disampaikan harus memenuhi kriteria dasar yaitu aktual, akurat, faktual, menarik, penting benar, lengkap, jelas, jujur, adil, berimbang, relevan, bermanfaat, dan etis.

Ø  Pendidikan (to educated)
Fungsi pendidikan ini antara lain membedakan pers sebagai lembaga kemasyarakatan dengan lembaga kemasyarakatan yang lain. Sebagai lembaga ekonomi, pers memang dituntut berorientasi komersial untuk memperoleh keuntungan finansial.
Pers sebagai media pendidikan ini mencakup semua sektor kehidupan baik ekonomi, politik, sosial, maupun budaya. Dengan demikian pers memiliki tanggung jawab besar dalam memberikan pendidikan politik sehingga masyarakat dapat memahami model atau sistem politik yang berlaku di Indonesia.

Ø  Hiburan (to entertaint)
Media massa berfungsi sebagai media hiburan, disini media massa harus mampu memerankan fungsinya sebagai sarana hiburan yang menyenangkan bagi semua lapisan masyarakat. Hiburan yang dimaksud adalah media massa yang menyajikan karya-karya tulis atau informasi yang mungkin lepas atau diluar mengenai politik, seperti kartun, majalah anak, dongeng di media cetak, dan lain-lain.

Ø  Kontrol Sosial (Social Control)
Media massa sebagai alat kontrol sosial politik dengan artian media massa sebagai penyampai (memberitakan) isu-isu atau keadaan yang dibuat oleh pemerintah bertentangan dengan kehendak rakyat.
Inilah peran sentral dari media massa yang saat ini dijadikan alat ataupun senjata bagi individu/kelompok yang mempunyai kepentingan-kepentingan politik, seperti halnya kepentingan dalam mencapai kepemimpinan dan kekuasaan yang strategis. Sebagaimana yang telah dijelaskan diatas bahwa kelompok kepentingan atau dalam hal ini adalah public figure sangat erat hubungannya terhadap pentingnya peran media itu sendiri. Apalagi mengingat media massa yang telah diberikan hak kebebasan untuk mengeluarkan suara atau opini-opini public baik itu tentang kebijakan pemerintah atau isu-isu politik yang lain.
Dalam peranannya media massa saling berhubungan erat dengan individu/masyarakat, partai politik, komunikasi politik, dan budaya/partisipasi politik di Indonesia. Pada intinya dalam dunia politik, atau kalau merujuk pada masalah Pemilu legislative dan eksekutif, para actor dan masing-masing partai politik untuk mendapatkan simpati dari masyarakat harus melakukan komunikasi politik terhadap masyarakat (suara pemilih) secara tepat agar isu-isu politik dan kepentingan politik tersebut dapat diterima dengan baik oleh masyarakat.
Agar komunikasi politik yang diharapkan dapat teraktualisasi secara tepat, maka butuh wadah atau media yang memfasilitasi, yaitu media massa. Media massa disini dapat berbentuk media cetak seperti koran, majalah, rekalame, pamflet, sticker, ataupun media massa elektronik seperti televisi, radio, dan Internet. Bahkan dapat melalui media massa dengan bentuk turun lapangan langsung.
Dengan adanya komunikasi politik melalui media massa, partai politik dalam mencapai tujuan kepentingan politiknya akan mudah tersampaikan pada masyarakat. Dengan demikian, bisa saja masyarakat yang mempunyai hak suara dalam Pemilu akan menggunakan hak suaranya untuk memilih partai politik yang mempunyai kedekatan emosional terhadap pemilik hak suara tersebut. Hal ini secara tidak langsung berpengaruh terhadap tingakat partisipasi politik masyarakat Indonesia dalam Pemilu laegislatif/eksekutif.



















                                                                                   
 











Tidak ada komentar:

Posting Komentar